
Delapan Fraksi DPRD Medan Setujui Pencabutan Perda Retribusi Izin Gangguan
31 Juli 2019 - 01:45:24 WIB | Dibaca: 2522x
Medan (SIOGE) - Delapan fraksi DPRD Medan menyepakati pencabutan Perda Kota Medan No. 5/2016 tentang Retribusi Izin Gangguan. Persetujuan tersebut disampaikan pada Rapat Paripurna Laporan Panitia Khusus Pendapat Fraksi-Fraksi dan Penandatanganan/Pengambilan Keputusan DPRD Kota Medan dengan kepala daerah atas Ranperda Kota Medan tersebut yang dilaksanakan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Medan, Senin (29/7/2019).
Dalam Paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung, dihadiri Walikota Medan Dzulmi Eldin, Wakil Walikota Medan Akhyar Nasution, Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli, Ketua Pansus Perda Retribusi Izin Gangguan Zulkarnain Yusuf menyampaikan, bahwa pencabutan Perda tersebut merujuk kepada instruksi dari Kementerian Dalam Negeri untuk mencabut Permendagri No.19/2017.
Menanggapi pencabutan Perda tersebut, Fraksi Golkar yang disampaikan oleh Modesta Marpaung mengharapkan dengan dicabutnya izin tersebut Pemko dapat membuat terobosan-terobosan untuk meningkatkan PAD dari sektor yang lain. Pemko harus tegas melakukan pengawasan terhadap badan usaha di Kota Medan.
Fraksi PPP yang disampaikan Abdul Rani meminta Pemko, dengan dicabutnya Perda ini jangan ada dampak di tengah masyarakat. Pemko harus menciptakan rasa aman dan jangan ada perselisihan antara pelaku usaha dan masyarakat.
Sementara dari Fraksi PKS yang disampaikan H Rajudin Sagala menolak pencabutan tersebut sebelum ada peraturan pengganti. Sebab, dengan dicabutnya izin tersebut dapat merusak nilai-nilai luhur dan kebudayaan di Kota Medan.
Disebutkannya, keberadaan Perda tentang izin gangguan adalah sebagai mekanisme kontrol dari masyarakat terhadap dunia usaha agar tidak merugikan hak-hak mereka. “Kami sangat menyayangkan Menteri Dalam Negeri yang mengeluarkan Permendagri No.19 tahun 2017 tentang mencabut izin gangguan. Kami menilai dengan dicabutnya izin usaha akan menjauhkan dunia usaha dari kontrol masyarakat. Karena dunia usaha tidak serta merta sesuai dengan budaya ketimuran yang ada di Indonesia. Ada karaoke berdiri di samping masjid, pabrik didirikan di daerah pemukiman dan lain sebagainya. Apalagi ke depan, bisa saja pengusaha mendirikan usaha dengan membawa budaya dari negara asalnya sementara hal itu bertentangan dengan budaya yang di Indonesia,” ujarnya. F-PKS menyesalkan pencabutan Perda tersebut di tengah lemahnya pengawasan Pemko Medan terhadap dunia usaha yang seringkali melanggar izin, jelas Rajuddin.
Tidak hanya itu, alasan pengurusan izin gangguan menyebabkan in efisiensi bagi dunia usaha tidaklah serta-merta dapat dibenarkan. Fakta di lapangan yang sering terjadi, birokrasi banyak yang berbelit sehingga menjadi penyebab in efisiensi. Harusnya, birokrasi lah yang harus diperbaiki sehingga iklim investasi jadi baik.
"Masih ada Perda tentang izin gangguan saja, masyarakat tidak berdaya menghadapi arogansi pengusaha yang mendirikan usaha dan bangunan seenaknya tanpa mempedulikan keadaan masyarakat di sekitarnya. Konon lagi, jika peraturan ini dicabut maka masyarakat semakin tidak berdaya lagi nantinya," jelasnya.
Sementara itu, delapan fraksi lainnya yaitu F-PDIP, F-Gerindra, FP-Golkar, F-PAN, F-Demokrat, F-PPP, F-Hanura dan F-Pernas menyatakan menerima dan menyetujui perda izin gangguan dicabut dengan beberapa catatan.
Seperti dikemukakan F-Demokrat yang dibacakan Juru Bicaranya, Drs Herri Zulkarnain Hutajulu MM mengatakan dengan pencabutan Perda No.5 tahun 2016 dikhawatirkan bisa disalahartikan kalangan pengusaha yang justru menaati ketentuan yang berlaku, terkait izin gangguan.
"Oleh karena itulah, F-Demokrat berharap dengan pencabutan ini harus ada langkah konkrit dari Pemko untuk menyikapinya," ujarnya. Pemko Medan perlu menggali sumber PAD dari sektor lain sebagai pengganti retribusi izin gangguan ini serta membentuk Perda yang baru yang dapat dijadikan payung hukum dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pertumbuhan dari berbagai aktifitas dunia usaha.
Kendati F-PKS menolak, namun Perda Retribusi Izin Gangguan tetap dicabut. Selanjutnya, Wali Kota Medan Drs Dzulmi Eldin dan pimpinan DPRD Medan menandatangani persetujuan bersama atas rancangan peraturan daerah (Ranperda) Kota Medan tentang pencabutan Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang retribusi izin gangguan.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Dzulmi Eldin mengatakan, sesuai dengan mekanisme pembentukan Perda, maka Ranperda Kota Medan tentang Pencabutan Perda Kota Medan Nomor 5 tahun 2016 tentang retribusi izin gangguan pun telah disetujui bersama. Selanjutnya, Pemko Medan akan menyampaikan Ranperda tersebut kepada Gubsu.
‘’Usai pencabutan Perda ini, kami akan menyampikan Ranperda tersebut kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat setelah menerima Ranperda tersebut dari Pimpinan DPRD Kota Medan melalui Sekretaris DPRD Kota Medan untuk selanjutnya dievaluasi. Selain itu juga untuk mendapatkan register agar selanjutnya ditetapkan dan diundangkan dalam lembar daerah Kota Medan,’’ ujarnya.
Melalui pencabutan Perda tersebut, wali kota berharap nantinya iklim investasi di Kota Medan dapat lebih meningkat. Dengan demikian, semakin banyak pula investor yang berinvestasi di Kota Medan dan berdampak dengan terbukanya lapangan kerja. Hal ini juga sekaligus bertujuan untuk menekan angka kemiskinan di Kota Medan dan bermuara pada kesejahteraan hidup masyarakat.
‘’Kami meyakini bahwa langkah yang diambil berfokus pada kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, Permendagri tersebut pun langsung ditindaklanjuti terlebih hal itu merupakan sebuah amanat yang harus dijalankan setiap pemerintah daerah. Semoga ini memberi kebaikan bagi kita semua, terlebih bagi masyarakat Kota Medan,’’ harapnya.
Wali kota selanjutnya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada DPRD Medan atas perhatian yang diberikan untuk Kota Medan. ‘’Pemko Medan mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Pansus DPRD Medan karena telah mencurahkan perhatian atas pembahasan Ranperda ini. Kami berharap, sinergitas terus dibangun demi mewujudkan Kota Medan menjadi lebih baik di segala bidang,’’ pungkasnya.
Seperti diketahui, pencabutan Perda ini berdasarkan kebijakan Pemko Medan untuk mencabut Perda tersebut, sudah didasari payung hukum yang jelas yaitu Permendagri nomor 19 tahun 2017. Kemudian ditindaklanjuti dengan surat edaran Mendagri No. 500/323/SJ tanggal 15 Juli 2017, tentu proses pencabutan wajib dilakukan. (s1)